Enak Banget Jadi Suami

Enak banget sih jadi suami. Cuma cari duit, selesai. 

Nggak ada beres-beres rumah, momong anak, masak, dan sebagainya. Kalaupun suami mengerjakan itu, itupun hanya ala kadarnya saja. Kalaupun suami mengerjakan itu, ya karena istri sudah tolong-tolong alias sedang rempong banget. Kalaupun suami mengerjakan itu, ya memang karena dari keinginan sendiri. Lalu jika suami mengerjakan itu, pasti bakal dapat sanjungan dan pujian. 

Sedangkan istri, koq rasanya lebih berat ya. Rasanya sudah terpatri di hati, kalau tugas istri itu ya bersih-bersih rumah, momong anak, masak, dan sebagainya. 

Bisa saja sih tidak melakukan itu, tapi nggak bisa, ada yang mengganjal di hati. Bahkan pernah sampai ngerasa nggak becus jadi istri. Sebab berhari-hari tidak melakukan aktivitas yang biasa aku lakukan.Kayak ngerasa bersalah banget, gitu. 

Hal ini terjadi mungkin karena contoh yang aku lihat di sekitar aku dimana ibuk, oman, juga atuk semua mengerjakan tugas rumah dan momong anak. Sedangkan suami-suami hanya mencari nafkah. Sesekali para suami memang terlihat membantu. Tapi tetap saja terlihat tugas istri itu mengurusi rumah beserta isinya. 

Belakangan, aku sadar, patriarki masih begitu melekat di sekitar aku. Jadi wajar rasanya jika aku merasa dan punya pandangan seperti itu.

Patriarki itu sendiri adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda.


Lalu bagaimana jika istri juga ikut mencari nafkah? Apakah juga mengurus rumah dan anggota keluarga? Yes, sudah ikut cari nafkah eee masih ngurusin rumah beserta isinya. Kebayang, kan lelahnya gimana?

Kesal, nggak sih? Semacam nggak adil, gitu.

Yup, kalau pikir seperti itu memang bikin kesal. Tapi kesal pun rasanya nggak ada guna kan? Malah bikin hati jadi nggak enak. Jadi ya sudah, aku memutuskan untuk berdamai. Aku memutuskan untuk menerima itu semua. Toh, itu juga untuk orang-orang yang berarti dalam hidup aku. 

Kalau nanti aku merasa lelah, ya sudah tinggal rehat saja. Tumpahkan semua tugas ke suami. Nggak masalah deh rasanya. Kan cuma sehari, doank. Atau saat aku lagi sibuk, pekerjaan lagi numpuk, aku sengaja memberikan tugas pada suami misalkan tugas belanja atau antar jemput anak sekolah. Ya meskipun nggak seperti apa yang aku lakukan, seperti sering lupa sama beberapa bahan masakan yang aku pesan, tapi nggak masalah lah yah. Aku memaklumi itu. 

Hidup itu pilihan. Dan aku memilih untuk berdamai dengan rasa kesal sebab pikiran "Enak Banget Jadi Suami" 

 ***

Referensi:

Patriarki - Wikipedia


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Jadi Ibu Rumah Tangga yang Bertugas Mengurus Keluarga Saja